Rokok, merek dan jenis apapun juga kretek sudah jadi bagian
hidup bangsa kita, sejak kita belum menjadi Indonesia modern. Bagian hidup
hidup bukan sekedar gaya hidup. Rokok dengan kita merupakan hubungan psikologis
yang sangat sulit dipisahkan karena ada jenis “ketergantungan”.
Bagi para perokok “sejati” ketergantungan itu menyebabkan
yang bersangkutan bisa lebih memilih sehari tidak makan apa-apa ,tetapi
mustahil untuk tidak merokok. Pun dalam bulan-bulan Puasa,mereka ini menanti
tibanya saat berbuka atau menikmati sahur demi memuaskan rasa untuk
merokok ,bukan karena kelaparan dan
menanti kesempatan makan.
Pada tataran kelompok secara sosial rokok menjadi sarana
komuikasi, dan jembatan perkenalan dengan orang baru di dalam perjamuan,di
dalam rapat-rapat raksasa. Disana kita mudah saling bertukar rokok untuk
perkenalan lebih jauh. Bagi mereka yang sudah saling mengenal dengan baik rokok
menjadi tali peneguh silaturahmi dan solidaritas sosial. Secara spiritual
rokok memiliki fungsi lebih dalam lagi antara lain menjadi bagian dari
kelengkapan sesaji.
Roro mendut dan rokok

Kisah klasik Roro
mendut dan warung rokoknya di pasar Anyar dalam wilayah Katumenggungan
Wirogunan memberi kita kesan romantis , Para pembeli yang gandrung memandang
kecantikan si penjual rokok dan memilih
“
membeli puntung “ yang artinya makin pendek puntung itu makin dekat pula ke
bibir Roro Mendut yang harganya tinggi.
Roro Mendut ,Putri boyongan dari Kadipaten Pati ,yang
menolak diperistri Tumenggung Wiraguna,yang sudah terlalu tua. Penolakan itu
yang membuat Sang
Tumenggung marah dan membebankan pajak yang sangat tinggi
kepada Roro Mendut. Dari ini dibukalah pasar anyar ,dimana Roro Mendut boleh
berjualan rokok untuk membayar pajak tadi.
Kisah ini terjadi di zaman Sultan Agung di Mataram, yang
berkuasa antara tahun 1613-1645. Ditahun itu rokok menjadi komoditi dan kita
memperoleh kesan warung rokok Roro Mendut sukses besar. Ini terjadi karena
merokok sudah menjadi darah daging di dalam masyarakat. Dalam lakon itu
tergambar bahwa demi
rokok orang rela menjual lembu,dan apa saja . ada kesan
bahawa merokok sudah menjadi candu
mendalam bagi sebagian orang.
Dunia Anak-anak dan Rokok
Anak-anak kampung “nglecis’ meniru orang dewasa. Proses
peniruan ini berjalan tanpa kontrol karena anak-anak ini tidak bersekolah,
mereka anak-anak yang “ingin” cepat
dewasa.
Mereka membeli tembakau /mbako. Mungkin mbako Virginia yang dianggap terbaik, adapula mbako Kedu dan dalam keadaan
terpaksa mbako semprul (rontokan-rontokan tembakau) yang baunya sengak pun dirokok
juga. Selain dipasar tembakau pun dijual di warung warung desa. Penjual
tembakau melengkapinya dengan kertas/dluwang cap Noyorono ,klembak dan aluar
uwur.
Pun kelengkapannya klembak menyan ,yang baunya menyengat dan
konon bisa mengundang demit-demit dan lelembut. Biarpun masih kanak-kanak
gerak-gerik mereka dalam urusan rokok sangat professional seperti : nglinting
rokok dengan cekatan,nyuwi klembak dengan lihai dan artistic serta menyulunya
dengan rek jres nyaris selihai orang
tua. Bahkan saat kertas Noyorono tak ada
mereka menggunakan klobot, ini semua tingwe (nglinting dewe) karena
anak-anak kampung tak mampu membeli rokok buatan pabrik.
Orang Dewasa dan Rokok

Orang dewas menjadikan rokok penguat ikatan pergaulan dan
peneguh solidaritas social. Mustahil orang meminta uang kepada orang lain tapi
meminta rokok menjadi suatau kelaziman dan bukan suatu cela. Ketika dibeber di
meja dan di tikar tempat pertemuan lalu menjadi domain umum, kesadaran
miliku
milikmu juga,
milik kita bersama tak usah lagi didalilkan dengan kata-kata tapi
dilaksananakan dalam tradisa yang terbuka,berkelanjutan hingga kini.
Dulu perokok dewasa di kampung tak selalu membeli rokok
sendiri. Membeli rokok merupakan urusan
para istri. Setelah Sang istri menjual hasil bumi di Pasar desa. Sang istri
bisa saja tidak membelikan oleh-oleh berupa makanan atau sejenisnya, tetapi
menjadi kewajiban bahwa Sang istri harus membelikan rokok atau tembakau dan
segenap kelengkapanya tadi untuk sang suami.
Ritus, Kepercayaan dan Rokok
Kenapa dimasyarakat kita ada kata pemanis “uang rokok” ketika kata itu disebutkan distu tersirat dua
hal yang saling bertolak belakang yaitu ; sesudah suatu kerja sama atau sesudah pelaksanaan gotong royong.
Tapi dewasa ini kelangsungan tradisi itu pelan-pelan tanpa kata “uang rokok’ watak gotong royong
dan ketersediaan saling membantu makin surut dan pudar.
Dalam ritus “agamis”
atau yang berhubungan dengan kepercayaan rokok tetap memainkan peranan
penting,tak jarang dilengkapi pula dengan segelas kopi pahit selain
perlengkapan-perlengkapan lain yang tak boleh diabaikan.
SEJARAH ROKOK DI NUSANTARA
Sinolog Belanda Prof. Gustaaf Schlegel punya teori, tanaman
rokok bukan lah tanaman asli Indonesia, sebagai bukti dia menunjuk pemakaian
istilah tembakau yang berasal dari istilah orang Portugis tabaco atau tumbaco
ketimbang istilah orang Belanda tabak.
Dari kenyataan itu diua berpendapat bahawa orang Portugislah yang memasukan tembakau ke
Nusantara pada awal abad ke17. Yang pada saat itu tembakau digunakan untuk
teman makan sirih yang masyarakat Jawa menyebutnya mbako susur. Kehadiran
tembakau justru menjadi dampak yang bertolak belakang disatu sisi digunakan
untuk teman makan sirih dan di lain sisi
justru menghentikan kebiasaan makan sirih dan berganti dengan merokok.
Tembakau yang di pakai masyarakat jawa untuk merokok pada waktu itu berasal dari
berbagai daerah termasuk daerah Kedu. Tembakau kedu sejak lama sangat terkenal karena mutunya.
Orang Belanda memakai tembakau Kedu uuntuk bahan pipa
mereka. Pada abad 19 mereka hanya mengenal dua cara utama menikmati rokok yakni
menghisap pipa dan cerutu. Mereka menyebut menghisap pipa dan cerutu dengan
istilah “een pijp ro’ken (menghisap sebuah pipa) dari perkataan ro’ken inilah muncul perkataan “rokok “oleh
masyarakat pribumi pada akhir abad ke 19.
ROKOK KRETEK
Yakni campuran tembakau dengan cengkeh, awalnya digunakan
sebagai obat sesak napas oleh penemunya yaitu Haji Jamhari pada akhir abad ke 19. Karena temuan ini
diminati banyak orang ,sebuah pabrik kecil pun didirikan Haji Jamhari dan
akhirnya banyak orang mengikuti jejaknya.
Seiring lahirnya industri kretek di kudus dan tersiarnya
jenis rokok baru di berbagai daerah,mulai memasyarakat pula istilah “rokok”
menggantikan ses dan udud.
SEMOGA BERMANFAAT………..
sumber : cnnindonesia.com
Pikatan.wordpress.com
Cakkandar.painting.com