Sabtu, 26 Desember 2015

BATHARA BAYU

Bathara Bayu atau disebut juga Hyang Pawana adalah anak ke4 dari bapak Sang Hyang Manikmaya (Bathara Guru) dan ibu Dewi uma.
Bathara Bayu bertempat di kahyangan Panglawung (Puserbuana). Dan menjadi Dewanya hewan,raksasa beserta manusia. Selain kuku Pancanaka ia memiliki kesaktian angin, salah satunya adalah Aji Bayubraja yakni bisa mengeluarkan puting beliung dahsyat guna lawanya.
Dikahyangan Bathara Bayu memilik istri bernama Dewi Sumi (puteri Bathara Soma). Ia memiliki putera diantaranya :
-Bathara Sumarma
-Bathara Sangkara
-Bathara Sadama
-Bathara Bismakara
Selain itu ia juga memiliki anak nitis atau anak angkat diantaranya:
-Werkodara
-Anoman
-Jajahwreka
-Gajah Situbanda
-Gunung Maenaka
-Naga Kuwera

Dalam lakon BIMA BUNGKUS, disitu tergambar putra pandu yang madih berada dalam keadaan terbungkus sebelum bayi berwujud layaknya bayi biasa. Bathara Bayu telah masuk kedalam bungkus jabang bayi dan memberinya busana seorang ksatria.

SEMOGA BERMANFAAT........






SUMBER : wayangwordpress.com
                  Jonchejonrado.blogspot.com

Jumat, 18 Desember 2015

Asal muasal Togog dan Semar

Alkisah...

Senja berganti malam dan malam sirna berganti siang, waktu berputar menutup hari dan kemudian berganti hari. Kini putra-putra Sang Hyang Tunggal telah tumbuh dewasa. Sang Hyang Antaga, Sang Hyang Ismaya, dan Sang Hyang Manikmaya, mereka sama-sama mewarisi berbagai ilmu pengetahuan dan kesaktian dari ayahnya sehingga mereka benar-benar menjadi kesatria dewa yang pilih tanding.

Alkisah di istana Jonggring Salaka, Kahyangan Suralaya. Sang Hyang Tunggal yang didampingi kedua permaisurinya memanggil ketiga putranya, Sang Hyang Antaga, Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang Manikmaya. Ia bermaksud ingin menyerahkan tahta Suralaya kepada salah putranya, namun sebelumnya Sang Hyang Tunggal mengisahkan perihal kelahiran mereka yang berasal dari sebutir telur hingga tercipta menjadi sosok manusia dewa. Dan yang membuat Sang Hyang Tunggal belum bisa menentukan siapa diantara putranya yang berhak mewarisi Kahyangan Suralaya, adalah karena dulu Sang Hyang Tunggal menyirami tiga bagian pecahan telur itu secara bersamaan sehingga tidak ada yang tercipta lebih dahulu dari bagian lainnya, tidak ada istilah ter-tua diantara yang lainnya, besarnya pun bersamaan.

Sebelum Sang Hyang Tunggal selesai bersabda, tiba-tiba Sang Hyang Antaga berkata kepada Sang Hyang Tunggal. Ia mengatakan bahwa kulit telur tentunya lebih awal dilahirkan, sebab kulit berada diluar isi dan telah ditakdirkan menjadi pelindung, yaitu melindungi isi telur yang lemah. Maka menurut Sang Hyang Antaga, kulit telurlah yang dianggap lebih tua dibandingkan dengan isinya.
Sang Hyang Ismaya menepis perkataan Sang Hyang Antaga. Menurutnya, bahwa kulit dan isi telur adalah satu kesatuan yang terlahir bersamaan. Tanpa adanya putih dan merah telur yang menjadi isi, maka kulit telur pun tidak akan ada. Tidaklah mungkin telur terlahir hanya kulitnya saja tanpa ada isi yang telah ikut menyempurnakan keadaannya. Dan Sang Hyang Ismaya mengingatkan kepada Sang Hyang Antaga, bahwa putih dan merah telur yang menjadi isi adalah cikal bakal yang menjadi adanya tanda-tanda kehidupan. Kulit hanya ragangannya saja, tetapi isilah yang menjadi sumber dan keutamanya.

Sang Hyang Antaga tersinggung mendengar kata-kata Sang Hyang Ismaya. Ia yang tercipta dari kulit telur merasa dihina, tidak dianggap memiliki keutamaan, hanya ragangan yang berarti benda kosong yang tidak memiliki arti. Sang Hyang Antaga pun berjumawa, ia menganggap kulit telur adalah yang terkuat dengan wujud keras dibandingkan isi. Sang Hyang Ismaya membantah, bagaimana bisa disebut kuat kalau kulit telur bisa retak dan pecah. Adu mulut antara Sang Hyang Antaga dan Sang Hyang Ismaya kian memanas, mereka berdua sama-sama telah terbakar amarah.

Kita adu kesaktian! Siapa yang kuat diantara kita!

Adigang, adigung, adiguna. Sang Hyang Antaga menunjukan perwatakannya yang secara lahir tercipta dari kulit telur, keras, jumawa dan selalu merasa dirinya yang paling hebat.
Sang Hyang Ismaya yang sudah merasa jengah dengan segala perkataan dan sikap saudaranya, menanggapi tantangan. Bagi Sang Hyang Ismaya menolak tantangan adalah tindakan seorang pengecut. Sekaligus akan memberi pelajaran kepada Hyang Antaga bahwa “girilusi jalmo tan keno ing ngino” di atas langit masih ada langit, jangan menganggap diri paling sakti di atas muka bumi.

Melihat perselisihan yang kian memanas diantara kedua putranya, Sang Hyang Tunggal segera melerai. Ia menasehati putra-putranya agar bisa lebih berpikir secara jernih dan terbuka, sebab semua masalah akan ada jalan keluarnya bila tanggapi dengan jiwa yang bersih. Tapi sudah terlanjur, keduanya sudah merasa saling dihinakan satu sama lainnya, maka keduanya pun sudah tidak menghiraukan lagi nasehat ayahandanya.

Bertikai dengan saudara sendiri, apakah kalian tidak akan menyesal nantinya?

Guntur menggelegar dan kilat menyambar. Awan hitam berarak berkejaran menutupi langit, bumi pun bergetar. Candradimuka bergolak menyemburkan lahar api yang sangat panas. Sabda Sang Hyang Tunggal telah menjadi kutukan bagi mereka, namun karena keduanya sudah sama dirasuki nafsu angkara murka, maka keduanya sudah tidak mampu berfikir dengan hati nuraninya. Hyang Antaga segera melesat meninggalkan Jonggring Salaka, dan kemudian disusul oleh Sang Hyang Ismaya.

Dilain pihak Sang Hyang Manikmaya hanya diam membisu. Dia tidak mau melibatkan diri dalam pertikaian kedua saudaranya, terkesan tidak ingin ikut campur. Akan tetapi ‘diam’ yang dilakukan Sang Hyang Manikmaya bukanlah sebab halus budi pekertinya. Disinilah perbedaan perwatakan diantara mereka. Sang Hyang Manikmaya lebih cerdik dibandingkan kedua saudaranya, ia licik dan otaknya mampu bekerja dengan baik dibandingkan nafsunya. Sang Hyang Manikmaya akan membiarkan kedua saudaranya yang bertikai. Ia tahu bahwa diantara mereka mempunyai kesaktian yang berimbang, jadi untuk apa harus membuang tenaga ikut mengadu kesaktian dengan mereka. Yang terlintas dalam pikirannya adalah, ini kesempatan baik untuk bisa merebut hati ayahandanya dan mengincar singgasana Suralaya.

Sementara itu, jauh di luar gerbang gaib Selamatangkep, dua kesatria dewa telah saling beradu kesaktian. Masing-masing dari keduanya menunjukan keluhuran ilmunya. Saling mengeluarkan aji jaya kawijaya dan saling menghunus pusaka kadewaan. Mereka saling serang, saling pukul, saling tusuk dan saling banting hingga mengakibatkan guncangan hebat bagi bumi tempat mereka bertarung. Gunung longsor, bukit rug-rug. Candradimuka tidak henti-hentinya mengeluarkan semburan api panas yang menyala, asap hitamnya menggumpal melingkupi puncak Himalaya (Kahyangan Suralaya).
Tidak disangsikan lagi kehebatan dari kedua putra Sang Hyang Tunggal itu, keduanya sama-sama sakti, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Palagan yuda tempat bertarung mereka tidak hanya di atas lapisan bumi, tapi juga masuk ke dalam perut bumi, bertarung di dasar samudera dan bahkan berdirgantara di angkasa.
Pertempuran dua kesatria dewa yang berlangsung dahsyat ini mengundang rasa keprihatinan bagi kakek-kakek mereka, baik Sang Hyang Wenang yang bersemayam di alam ‘sunyaruri’, ataupun Sah Hyang Rekatama (Sang Hyang Yuyut) yang bersemayam di Samudralaya. Telah banyak yang menjadi korban karena dampak dari pertarungan kedua cucunya. Rusaknya gunung, hutan dan lautan, juga mahluk-mahluk lain baik yang berada di alam maya ataupun di alam nyata.

Pertarungan antara Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang Antaga telah memakan waktu yang cukup lama, tanpa berhenti dan tanpa mengenal rasa lelah. Dan saat pertarungan menginjak waktu yang ke-empat puluh hari, Sang Hyang Tunggal memutuskan untuk menyelesaikan pertarungan dengan mengajukan syarat sayembara kepada kedua putranya. Barang siapa yang mampu menelan gunung Jamurdipa dan lalu memuntahkannya kembali, maka dialah yang akan diakui sebagai yang tertua dan dinobatkan sebagai Raja Tribuana, mewarisi seluruh Kahyangan Suralaya.

Sang Hyang Antaga dan Sang Hyang Ismaya menyanggupi sayembara tersebut. Keduanya lalu mempersiapkan diri. Didahului oleh Sang Hyang Antaga, ia bertiwikrama menjadi berhala sewu yang besarnya melebihi gunung. Dan lalu gunung Jamurdipa dicabut dan dimasukan ke dalam mulutnya. Ia memaksa untuk menelan, namun ia merasa sangat kesusahan untuk menelannya, Gunung Jamurdipa itu masih berukuran lebih besar dari mulutnya, tapi karena nafsunya yang besar, maka ia terus mencoba memasukan gunung itu ke dalam mulutnya hingga mulutnya robek besar. ‘Kegedhen empyak kurang cagak’, besar keinginannya namun kurang mempunyai perhitungan.

Melihat Sang Hayang Antaga yang sedang bersusah payah ingin menelan gunung, Sang Hyang Ismaya segera melakukan tiwikrama. Tubuhnya seketika meninggi dan membesar, wujudnya seketika itu juga berubah menjadi berhala sewu. Akan tetapi wujud reksa denawa Sang Hyang Ismaya lebih tinggi besar dibandingkan dengan wujud raksasa jelmaan Sang Hyang Antaga. Tingginya melebihi tujuh kali puncak Himalaya. Kemudian Berhala Sewu perwujudan dari Sang Hyang Ismaya dengan cepat merebut gunung yang hendak ditelan oleh Sang Hyang Antaga. Dalam keadaan seperti itu Sang Hyang Antaga menjadi limbung, pandangan matanyapun dengan serta merta menjadi gelap, tidak sadarkan diri. Tubuhnya sekejap berubah kembali menjadi kecil dan luruh ambruk di atas bumi.

Kini gilliran Sang Hyang Ismaya, dengan kekuatan luar biasa Sang Hyang Ismaya memaksakan gunung Jamurdipa masuk ke dalam mulutnya. Oleh sebab tubuhnya lebih besar dari reksa denawa jelmaan Sang Hyang Antaga, maka dengan kekuatannya Sang Hyang Ismaya berhasil memasukan gunung Jamurdipa ke dalam mulutnya, dan lalu ditelan. Sang Hyang Ismaya sempat tercekat, ia merasa seperti tercekik dan sulit bernafas saat gunung Jamurdipa tertelan masuk di kerongkongannya. Ia mengerahkan seluruh tenaga dan kesaktiannya hingga gunung itu pun langsung amblas ke dalam perutnya.

Seperi juga Hyang Antaga, Sang Hyang Ismaya sudah kehabisan seluruh tenaganya, ia merasa sudah tidak mampu lagi untuk mencoba memuntahkan kembali gunung Jamurdipa. Tubuhnya dingin dan lunglai, lalu seketika berubah kembali menjadi kecil, jatuh terkapar tidak sadarkan diri.

Sementara di Jonggring Salaka, Sang Hyang Tunggal yang sudah mengetahui peristiwa yang telah dialami kedua putranya hanya merenung. Ia pun menyesali atas kesalahannya waktu dulu, saat menyempurnakan wujud telur yang menjadi asal muasal mereka. Seharusnya mereka tidak disempurnakan secara bersamaan, sehingga bisa dibedakan mana yang lebih awal tercipta dan untuk dituakan. Namun yang lebih disesalkan lagi adalah mereka sudah tidak mau mendengarkan nasehatnya sebagai orang tua, apa mau dikata, semuanya sudah terlanjur, dan mereka telah memilih jalannya masing-masing.

Alam kembali menjadi tenang, burung-burung berkicau dikegelapan pagi, dan angin berhembus semilir meniupkan nafasnya yang gemulai. Diantara basahnya embun pagi di atas dedaunan, dua sosok mahluk yang terkapar di atas tanah kini mulai bergerak hidup, menunjukan bahwa keberadaan mereka masih memiliki nafas.

Mereka yang tidak lain adalah Sang Hyang Antaga dan Sang Hyang Ismaya yang telah tidak sadarkan diri untuk beberapa saat lamanya, dan kini mulai terbangun dari sadarnya. Keduanya masih terlihat bingung dan seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. Baik Sang Hyang Antaga maunpun Sang Hyang Ismaya belum pulih total kesadarannya, mereka sama terkejutnya saat saling berhadapan. Dan Salah satu dari mereka lalu bertanya.

Siapa andika?

Yang ditanya menjawab sebagai Sang Hyang Antaga. Yang bertanya sontak terkejut seperti mendengar petir disiang bolong.Betapa tidak, yang mengaku sebagai Sang Hyang Antaga itu berpenampilan buruk rupa. Penampilan dan mukanya sangat jauh dari Sang Hyang Antaga yang sangat ia kenal. Sang Hyang Antaga yang sangat ia kenali adalah sosok kesatria perkasa, sedangkan yang dihadapinya bisa dibilang lebih mirip dengan mahluk jadi-jadian sebangsa Jin atau Dedemit. Tubuhnya pendek buncit, mukanya tidak seimbang dengan mulutnya yang sangat lebar menyerupai mulut angsa. Belum lagi habis rasa herannya, yang tadi mengaku bernama Sang Hyang Antaga balik bertanya.

Lah! Andika sendiri siapa?

Kini giliran dia menjawab dan mengaku bernama Sang Hyang Ismaya. Seperti juga Sang Hyang Ismaya, Sang Hyang Antaga pun terkejut bukan kepalang. Sang Hyang Ismaya seharusnya berwajah elok dan bersinar seperti matahari, tapi yang mengaku Ismaya ini bertubuh gemuk berpantat besar, wajahnya pun sama sekali tidak mirip, sangat lebih tua.

Mereka berdua saling meyakinkan siapa mereka, dan baru tersadar saat mereka mencoba untuk mengenali bentuk tubuh masing-masing, merabai seluruh wajah dan tubuhnya. Mereka sama-sama terkejut dan menjadi sadar bahwa mereka berdua telah terkena kutukan orang tua mereka, Sang Hyang Tunggal. Lalu mereka berdua menangis sejadi-jadinya sambil berangkulan seperti anak kecil. Dan kemudian memutuskan untuk kembali pulang ke Kahyangan Suralaya, menghadap Sang Hyang Tunggal.

Di Jonggring Salaka, di hadapan Sang Hyang Tunggal. Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang Antaga masih terus menangis memohon ampunan, mereka memohon ayahandanya untuk merubah kembali wujud mereka seperti semula. Namun Sang Hyang Tunggal tidak dapat mengabulkan permohonan mereka. Menurutnya ini sudah takdir dan kehendak Yang Maha Kuasa.

Sang Hyang Tunggal bersabda kepada para putranya bahwa dirinya akan segera mokswa ke alam sunyaruri, namun sebelumnya ia akan menunjuk salah satu dari putranya untuk menggantikannya menjadi Raja Tribuana di Kahyangan Suralaya. Lalu Sang Hyang Tunggal menunjuk dan menobatkan Sang Hyang Manikmaya menjadi Raja Tribuana, dan kepada Sang Hyang Antaga juga Sang Hyang Ismaya, Sang Hyang Tunggal menyarankan mereka untuk turun ke marcapada apabila Sang Hyang Manikmaya kelak menurunkan keturunannya di Marcapada.

Sebagai Raja Tribuana, Sang Hyang Manikmaya diberi tugas untuk menentramkan marcapada. Sedangkan Sang Hyang Antaga bila saatnya nanti turun ke marcapada harus merubah namanya menjadi Togog (Togog Wijomantri). Ia ditugaskan untuk mengasuh, mendidik dan memberi nasehat budi pekerti yang baik kepada para raja keturunan Sang Hyang Manikmaya yang berwujud raksasa. Kelak dikehidupannya nanti Togog akan menghamba dan ikut kepada para raja raksasa seperti raja-raja Lokapala hingga Alengka yang berasal dari keturunan Batara Sambu, putra sulung Sang Hyang Manikmaya.
Dan kepada Sang Hyang Ismaya, bila saatnya turun ke marcapada harus berganti nama menjadi Semar (Semar Badranaya). Ia ditugaskan untuk mengasuh para raja, brahmana, dan kesatria yang masih keturunan Sang Hyang Manikmaya.

Sebenarnya yang paling berat adalah tugas Sang Hyang Antaga, sebab ia disuruh memberi pelajaran budi pekerti, menasehati serta meluruskan para raja raksasa yang kebanyakan sifat dan perwatakannya penuh dengan angkara murka.

SEMOGA BERMANFAAT....

Sumber :-caritawayang.blogspot.com
                -babad cerita pewayangan jawa

Sang Hyang Manikmaya( Bathara Guru)

Sang Hyang Manikmaya adalah putra ketiga Sanghyang Tunggal dengan Dewi Wirandi( putri Sanv Hyang Yuyut/Rekatama, raja Samodralaya). Ia mempunyai dua saudara kandung masing-masing bernama ; Sanghyang Tejamaya/Antaga dan Sanghyang Ismaya. Sanghyang Manikmaya juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu putra Dewi Darmani, putri Sanghyang Darmayaka dari Selong, masing-masing bernama ; Sanghyang Rudra/Dewa Esa, Sanghyang Dewanjali dan Sanghyang Darmastuti.

Sanghyang Manikmaya mempunyai 27 nama gelar, tapi yang dikenal diantaranya:
-Sanghyang Jagadnata
-Sanghyang Jagadpratingkah
-Sanghyang Pramesti Guru
-Sanghyang Siwa
-dan Sanghyang Girinata
Sanghyang Manikmaya adalah seorang tokoh yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam dunia pewayangan.

Ia menguasai tiga benua yaitu:
Mayapada (dunia Kadewatan)
Madyapada (dunia makluk halus) dan Arcapada (dunia Fana/ dunia manusia di bumi)
Sanghyang Manikmaya bersemayam di Kahyangan Jonggrisaloka. Ia mempunyai dua orang permaisuri, keduanya putri Umaran, hartawan di Merut dengan Dewi Nurweni(putri Prabu Nurangin, raja jin di Kalingga).
Permaisuri I, Dewi Umayi berputra enam orang msing - masing bernama :
Batahra Sambo, Bathara Brahma, Bathara Indra, Batahra Bayu, Bathara Wisnu dan Bathara Kala.
Permaisuri II bernama Dewi Umarakti/Umaranti, berputra tiga orang masing-masing bernama:
Bathara Cakra, Bathara Mahadewa dan Bathara Asmara.

Sanghyang Manikmaya mempunyai pusaka sakti bernama Cis Kalaminta dan senjata Trisula. Ia juga memiliki aji kesaktian bernama : Aji Kawrastawan (kewaspadaan), Aji Pangambaran (pemberantasan) dan Aji Kemayan yang dapat beralih rupa sesuai dengan kehendaknnya.


Kelak Sang Hyang Manikmaya akan menerima kutukan yaitu kakinya menjadi kecil sebelah dan lemah,oleh sebab itu ia mendapat julukan  Sang Hyang Lengin. Giginya akan bertaring sebesar buah randu dan dinamakan Sang Hyaang Randuana. Tanganya  akan bertambah menjadi empat dan akan mendapat nama syiwa kemudia dalam perjalannya nanti tubuhnya akan terbakar oleh racun ganas sehingga membiru, namanya pun berubah menjadi Sang Hyang Nilakanta.





SEMOGA BERMANFAAT.....

SUMBER : -caritawayang.blogspot.com

                   -tokohpewayangan.blogspot.com

Sang Hyang Antaga (Togog)

Sang Hyang Antaga adalah putra sulung dari Sang Hyang Tunggal dari ibu Dewi Wirandi( putri Sang Hyang Yuyut/Rekatama).
Seperti saudaranya Sang Hyang Antaga terlahir dari sebutir telur dan pada bagian kulitnya diberi air kehidupan (Tirta Kamandanu) oleh Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Antaga adalah saudara tua dari Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang Manikmaya.
Dari beberapa versi, Sang Hyang Antaga tidak beristri dan memiliki anak.

Next kita akan jabarkan asal-usul Sang Hyang Antaga menjadi Togog

SEMOGA BERMANFAAT...

Sumber : wayangwordpres.com

Kamis, 17 Desember 2015

Sang Hyang Ismaya (Semar)

Sang Hyang Ismaya adalah putera ke-2 dari pernikahan Sang Hyang Tunggal dengan Dewi Wirandi (putri dari Sang Hyang Yuyut/Rekatama). Sang Hyang Ismaya tercipta dari putih telur yang diberi air kehidupan (Tirta Kamandanu) hingga maujud sesosok bayi.
Sang Hyang Ismaya memiliki 2 saudara kandung, adalah Sang Hyang Antaga (Togog) saudara tuanya dan Sang Hyang Manikmaya (Jagatnata) saudara mudanya.
Di kahyangan Sunyaruri Sang Hyang Ismaya mempunyai istri bernama Dewi Senggani (putri Sang Hyang Wening).
Dari pernikahanya dengan Dewi Senggani Sang Hyang Ismaya dikaruniai beberapa keturunan diantaranya :
-Bathara Wungkuan
-Bathara Temboro
-Bathara Wrahaspati
-Bathara Syiwah
-Bathara Surya
-Bathara Chandra
-Bathara Yama
-Bathara Kamajaya
-Bathara Damastutri

Next akan dijelaskan Asal mausul Semar

SEMOGA BERMANFAAT...

SUMBER : Wikipedia
                   Nguri-uri12.blogspot.com
                   Ceritawayang.blogspot.com

Minggu, 13 Desember 2015

Sang Hyang Rancasan

Tidak banyak literatur yg menjelaskan ceritera dan sosok Sang Hyang Rancasan, yg jelas Sang Hyang Rancasan adalah anak pertama Sang Hyang Tunggal dari istri Dewi Darwani,versi menyebutkan sebab dinomor duakan oleh ayahandanya ,Sang Hyang Rancasan menciptakan kahyangan tandingan yg tidak kalah hebat dan indah nya,serta membuat geger seluruh jagat kahyangan ,yaitu kahyangan Tanjung biru.

Selepas Sang Hyang Manikmaya mewarisi tahta dari ayahandanya dan bergelar Sang Hyang Jagatnata,lantas Sang Hyang Manikmaya mengutus Sang Hyang Narada untuk memerintahkan agar Sang Hyang Rancasan harus tunduk dan tinggal di kahyangan Suralaya. Begitupun sebaliknya Sang Hyang Rancasan pun selaku menolak untuk tunduk kepada adik tirinya itu.

Disitulah perang tanding terjadi, antara Sang Hyang Rancasan dan Sanh Hyang Narada beserta pasukan kedewan hingga berakhir dengan kekalahan Sang Hyang Narada dan pasukan Kedewan, berkat pusaka Jamus Layang Kalimasada yang dimiliki oleh Sang Hyang Rancasan dari kakeknya Sang Hyang Wenang.

Tidak sampai disitu saja, Sang Hyang Manikmaya kembali mengutus saudara tuanya yaitu Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang Antaga untuk kembali membuat tunduk dan merebut pusaka Jamus Layang Kalimasda Sang Hyang Rancasan dengan alih-alih mengajak saudara tirinya itu untuk bergabung tinggal di kahyangan Suralaya.

Awalnya Sang Hyang Ismaya menolak,untuk menggangu hal Sang Hyang Rancasan, karena bujuk rayu Sang Hyang Antaga yang sudah termakan omong dari adiknya yaitu Sang Hyang Manikmaya. Akhirnya Sang Hyang Ismaya menuruti, sesampainya di kahyangan Tanjung Biru ,mereka bertiga bertemu kemudian beradu pendapat satu sama lain, hingg terjadi perang tanding  yang mengakibatkan tempat tersebut porak-poranda.

Akhir kisah akhirnya Sang Hyang Rancasan tewas ditangan kedua saudara tirinya, yang memang kesaktian Sang Hyang Ismaya sebanding dengan kesaktian Sang Hyang Rancasan. Sebekum menghembuskan nafas terakhirnya Sang Hyang Rancasan berujar akan selalu memburu Sang Hyang Ismaya kemanapun, sampai  kapanpun.




  


SEMOGA BERMANFAAT...

Sabtu, 12 Desember 2015

Sang Hyang Tunggal

Sang Hyang Tunggal menikah dengan Dewi Darmani putri Sang Hyang Darmajaka (Darmakaya) raja Kahyangan Keling (negeri Selong) yang tidak lain adalah kakak kandung Sang Hyang Wenang sendiri. Lalu Sang Hyang Tunggal dinobatkan menjadi raja di Kahyangan Keling menggantikan Sang Hyang Darmajaka. Dari perkawinannya dengan Dewi Darmani, Sang Hyang Tunggal dikaruniai beberapa orang anakdalam wujud 'akyan' (jasad halus) mereka adalah : Sang Hyang Rancasan / Sang Hyang Rudra / Dewa Esa, Sang Hyang Dewanjali dan Sang Hyang Darmastuti.

Sang Hyang Tunggal yang gemar membaca Serat (kitab) Pustaka Darya yang berwujud suara tanpa sastra (tanpa tulis) itu menjadi tertarik dengan kisah perjalanan Sang Hyang Nurcahya (kakek buyutnya). Ia memutuskan untuk meniru sang kakek buyut, yaitu bertapa untuk mencapai cita-citanya menjadi penguasa di tiga lapisan dunia (Tribuana / Triloka). Kahyangan Keling pun ia serahkan kepada putera sulungnya yaitu Sang Hyang Rudra.

Sang Hyang Tunggal kemudian bertapa tidur di atas sebuah Batu Datar. Begitu heningnya ia bertapa, ketika terbangun ia telah berada di sebuah istana indah di dasar samudera. Tanpa sadar sebenarnya Sang Hyang Tunggal telah diculik oleh raja siluman kepiting bernama Sang Hyang Rekatama (Sang Hyang Yuyut) untuk dinikahkan dengan putrinya. Putri Sang Hyang Rekatama yang bernama Dewi Wirandi (Dewi Rekatawati) mengaku pernah bertemu dengan Sang Hyang Tunggal di alam mimpi, dan jatuh hati kepadanya. Karena itu adalah jalan untuk mewujudkan cita-citanya, maka Sang Hyang Tunggal menerima lamaran tersebut.

Sang Hyang Tunggal lalu membawa Dewi Wirandi (Dewi Rekatawati) ke istana Jonggring Salaka (Kahyangan Suralaya) di gunung Tengguru (Himalaya) untuk mendapat restu dari ayahnya. Kemudian Sang Hyang Wenang menyerahkan Kahyangan Suralaya kepada Sang Hyang Tunggal. Dan lalu Sang yang Wenang mokswa, tinggal di swargaloka awang-uwung kumitir.

Sang Hyang Tunggal kini bersemayam di Kahyangan Suralaya bersama kedua istrinya, Dewi Darmani dan Dewi Wirandi. Saat itu Kahyangan Suralaya masih belum berpenghuni lain selain mereka bertiga.

Pada suatu ketika, Dewi Wirandi yang hamil besar itu melahirkan, namun yang dilahirkan oleh sang dewi bukanlah sesosok bayi, tapi ia melahirkan sebutir telur.
Sang Hyang Tunggal bermujasmedi mengheningkan cipta masuk ke Swargaloka Awang Uwung Kumitir. Dihadapan Sang Hyang Wenang, ia menceritakan perihal telur yang dilahirkan oleh istrinya.

Sang Hyang Wenang memberi petunjuk dan memberikan air kehidupan ‘Tirta Kamandalu’ kepada Sang Hyang Tunggal.

Sesuai petunjuk ayahnya, telur itu ia puja hingga meretak dan pecah berserakan menjadi tiga bagian, kulit, putih dan merah telur. Sang Hyang Tunggal menyiramkan ‘air kehidupan’ Tirta Kamandalu secara bersamaan kepada bagian telur yang tercerai berai. Secara ajaib, kulit, putih dan merah telur itu berubah menjadi tiga sosok bayi. Sang Hyang Tunggal memberi nama masing-masing bayi yang tercipta, dari kulit telur diberi nama Sang Hyang Antaga, sedangkan bayi yang tercipta dari putih telur diberi nama Sang Hyang Ismaya, dan bayi yang tercipta dari merah telur diberi nama Sang Hyang Manikmaya. Kelak ketiga putra Sang Hyang Tunggal ini akan mempunyai peran penting dalam meramaikan Jagat Pramuditya.

Pada lakon Dewa Ruci dia muncul sebagai Dewa Ruci dan bertemu Bima di dasar laut Selatan. Bentuk wayangnya (dalam wayang kulit) termasuk kecil, seukuran wayang kulit bayi. Tokoh ini jarang dimainkan dalam pertunjukkan wayang kulit, karena episode yang memunculkannya memang sangat sedikit.

Kisah mistis perjalanan batin yang dialami oleh Bima sehingga bertemu dengan Sang Hyang Tunggal dalam Dewa Ruci sangat baik untuk diambil pelajarannya.

Semoga bermanfaat...

Sumber :caritawayangblogspot.co.id
                Wikipedia

Jumat, 11 Desember 2015

SANG HYANG WENANG

Sang Hyang Wenang adalah anak dari Sang hyang Nurasa.
Setelah dewasa Sang Hyang Wenang mewarisi takhta kahyangan pulau Dewa dari Ayahnya,
Sang Hyang Wenang adalah seorang dewa senior dalam pewayangan jawa,ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru,pemimpin kahyangan Suralaya.
Ia sendiri bertempat tinggal di kahyangan Awang-Awang kumintir.
Ia memiliki kakak bernama Sang Hyang Darmajaka dan adik bernama Sang Hyang Pramanawisesa.

Sumber : wikipedia
SEMOGA BERMANFAAT